Senin, 16 Maret 2015

MOTIVASI DALAM BELAJAR






PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.
Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu menyentuh kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum tentu menarik minat orang tertentu selama sesuatu itu tidak bersentuhan dengan kebutuhannya.
1.      Apakah pengertian motivasi?
2.      Apakah faktor yang memotivasi seseorang dalam belajar?
3.      Apakah teori-teori motivasi?



PEMBAHASAN

1.      Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata motif. Motif menurut M. Ngalim Purwanto ialah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Motivasi menurut Moh. Uzer Usman adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu.
Banyak para ahli yang memberikan batasan tentang pengertian motivasi, antara lain:
a.       Mc. Dolald yang dikutip oleh Oemar Mamlik mengemukakan bahwa “Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan”.
b.      Menurut Thomas M. Risk yang dikutip oleh Zakiyah Darajat mengemukakan motivasi dalam kegiatan pembelajaran bahwa “motivasi adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri murid yang menunjang kegiatan ke arah tujuan-tujuan belajar”.[1]
c.       Menurut Chaplin yang dikutip oleh Rifa Hidayah mengemukakan bahwa “Motivasi adalah variabel penyelang yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju suatu sasaran.
d.      Tabrani Rusyan berpendapat, bahwa “Motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan”.
e.       Menurut Dimyati dan Mudjiono ”Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan sikap dan perilaku individu belajar”.[2]
Sedangkan belajar merupakan suatu bentuk perubahan tingkah laku yang terjadi pada seseorang. Berikut definisi belajar menurut para ahli:
a.         Abin Syamsuddin Makmun mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu”.
b.        Slameto berpendapat bahwa belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
c.         Muhibbin syah mengemukakan bahwa belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Dari pengertian motivasi dan belajar diatas dapat diambil pengertian bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak yang ada dalam diri individu (siswa) yang menimbulkan kegiatan belajar dan memberi arah kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan yang dikehendaki siswa yang bersangkutan sebagai subyek belajar.[3]
Para ahli membedakan motivasi belajar menjadi dua golongan, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a.         Motivasi Intrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri anak sendiri.[4] Suatu kegiatan atau aktivitas yang dimulai dan diteruskan berdasarkan pengahayatan suatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Anak didik yang memiliki motivasi intrinsik cenderung akan menjadi orang yang terdidik, berpengetahuan, yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu. Gemar belajar adalah aktivitas yang selalu dimiliki oleh anak didik yang memiliki motivasi intrinsik.[5]
b.        Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi atau tenaga-tenaga pendorong yang berasal dari luar diri anak. Motivasi ekstrinsik sebagai motivasi yang dihasilkan di luar perbuatan itu sendiri, misalnya dorongan yang datang dari orang tua, guru, teman dan anggota masyarakat yang berupa hadiah, pujian, penghargaan maupun hukuman.
Dalam belajar motivasi akan mempengaruhi kegiatan individu untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkan dalam segala tindakan. Menurut Dimyati dan Mudjiono menyatakan bahwa dalam belajar motivasi memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
a.         Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir.
b.        Minginformasikan tentang kekuatan usaha belajar.
c.         Mengarahkan kegiatan belajar.
d.        Membesarkan semangat belajar.
e.         Menyadari tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja.

Sedang menurut Oemar Hamalik dalam bekunya Proses Belajar Mengajar mengemukakan bahwa fungsi motivasi meliputi:

a.         Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan.
b.        Motivasi berfungsi sebagai pengarah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
c.         Motivasi berfungsi sebagai penggerak yang menentukan cepat lambatnya suatu pekerjaan.
Menurut Sardiman A. M. dalam bukunya Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar menyebutkan ada tiga fungsi motivasi:
a.         Mendorong manusia untuk berbuat setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b.        Menentukan arah perbuatan sesuai tujuan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
c.         Menyeleksi perbuatan, menentukan perbuatan yang serasi guna mencapai tujuan.[6]
Dalam proses interaksi belajar mengajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik diperlukan untuk mendorong anak didik agar tekun belajar. Ada beberapa bentuk motivasi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka mengarahkan belajar anak, diantaranya:
a.         Memberi angka, sebagai nilai dari aktivitas belajar.
b.        Hadiah, sebagai penghargaan atau kenang-kenagan.
c.         Kompetisi, akan mendorong anak untuk bergairah belajar.
d.        Ego-Involvement, menumbuhkan kesadaran anak agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga akan bekerja keras untuk mempertahankan harga dirinya.
e.         Memberi ulangan, memotivasi untuk mempersiapkan diri menghadapi ulangan.
f.         Mengetahui hasil, sebagai motivator penyemangat belajar.
g.        Pujian, bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus motivasi yang baik.
h.        Hukuman, bentuk reinforcement yang negatif, tetapi bila dilakukan dengan tepat dan bijak akan menjadi alat motivasi yang baik dan efektif.
i.          Hasrat untuk belajar, unsur kesengajaan untuk belajar.
j.          Minat, kecencerungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kativitas.
k.        Tujuan yang diakui.[7]
2.      Faktor yang yang mendorong seseorang untuk belajar
Motivasi bisa ditumbuhkan sejak awal mungkin, karena itu motivasi tidak lahir dengan sendirinya. Untuk mendapatkan hasil belajar yang tinggi dari diri sendiri, karena itu ada beberapa tokoh yang mengategorikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu:
a.         Adanya kebutuhan
Pada hakikatnya semua tindakan yang dilakukan manusia adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Ketika seseorang berupaya memuaskan kebutuhan cinta, penerimaan masyarakat, atau rasa memiliki, mereka dihadapkan pada saran-saran mengenai bagaimana memuaskan kebutuhan itu. Impuls yang bermotivasi tidaklah kebetulan tetapi mereka mencerminkan pengalaman sosial.[8]
Guru yang berpengalaman cukup bijak memanfaatkan kebutuhan anak didik sehingga dapat memancing semangat belajar anak menjadi anak yang gemar belajar. Anak pun giat belajar untuk memenuhi kebutuhannya demi memuaskan rasa ingin tahunya terhadap sesuatu.[9]
b.        Adanya pengetahuan tentang kemajuannya sendiri.
Dengan mengetahui kemajuan yang telah diperoleh, berupa prestasi dirinya apakah sudah mengalami kemajuan atau malah kemunduran, maka hal ini dapat dijadikan faktor yang mempengaruhi motivasi belajar. Seseorang akan terus berusaha meningkatkan intensitas belajarnya agar prestasinya juga terus meningkat.
c.         Adanya aspirasi atau cita-cita.
Kehidupan manusia tidak lepas dari aspirasi atau cita-cita. Hal ini tergantung pada tingkat umur seseorang, mungkin anak kecil belum memiliki cita-cita dan akan semakin besar usia seseorang akan semakin jelas dan tegas dan semakin mengetahui jati dirinya atau cita-cita yang diinginkan. Aspirasi dalam belajar merupakan tujuan hidup seseorang, hal ini merupakan pendorong bagi seluruh kegiatan dan pendorong bagi belajarnya.[10]
3.      Teori-teori Motivasi
Pada umumnya, para ahli psikologi berpendapat bahwa manusia juga bergerak untuk menemukan, menumbuhkan, mentransendensikan, dan saling berbagi. Kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi ini misalnya, dalam hierarki kebutuhan Maslow. Kebutuhan tingkat yang lebih tinggi menjadi menonjol ketika kebutuhan biologis dan rasa aman sudah terpenuhi.
a.         Hierarki kebutuhan Maslow.
Secara singkat Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia sebagai pendorong (motivator) membentuk suatu hierarki atau jenjang peringkat. Pada awalnya Maslow mengajukan hierarki lima tingkatyang terdiri dari kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta, penghargaan, dan mewujudkan jati diri. Di kemudian hari ia menambah dua kebutuhan lagi, yaitu kebutuhan untuk mengetahui dan memahami serta kebutuhan estetika.
Dalam bukunya Motivation and Personality (1954), Maslow menggolongkan kebutuhan manusia itu pada lima tingkat kebutuhan (five hierarchy of needs). Kelima tingkatan tersebut menurut Maslow sebagai berikut:
a)    Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis (physiological needs). Merupakan kebutuhan yang paling dasar, paling kuat dan paling jelas diantara kebutuhan manusia adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, seperti kebutuhan makanan, minuman, tempat bertewduh, seks, tidur dan oksigen. Maslow berpendapat, keyakinan kaum Behavioris bahwa kebutuhan-kebutuhan fisiologis memiliki pengaruh yang besar pada tingkah laku manusia hanya dapat dibenarkan sejauh kebutuhan tersebut tidak dipuaskan. Menurut Maslow selama hidupnya praktis manusia selalu mendambakan sesuatu. Manusia adalah binatang yang berhasrat dan jarang mencapai taraf kepuasan yang sempurna, kecuali untuk suatu saat yang terbatas. Begitu suatu hasrat berhasil dipuaskan, segera muncul hasrat lain sebagai gantinya.
b)   Kebutuhan akan rasa aman (safety needs). Pada dasarnya kebutuhan rasa aman ini mengarah pada dua bentuk yaitu kebutuhan keamanan jiwa dan kebutuhan keamanan harta. Kebutuhan rasa aman muncul sebagai yang paling penting kalau kebutuhan psikologis telah terpenuhi. Ini meliputi kebutuhan perlindungan, keamanan, hukum, kebebasan dari rasa takut dan kecemasan.
c)    Kebutuhan cinta dan memiliki dimiliki (belongingness and love needs).
            Kebutuhan ini muncul ketika kebutuhan sebelumnya telah dipenuhi secara rutin. Cinta disini berarti rasa kasih sayang dan rasa terikat (to belong). Rasa saling menyayangi dan rasa diri terikat antara orang yang satu dan lainnya, lebih-lebih dalam keluarga sendiri, adalah penting bagi seseorang. Maslow mengatakan bahwa kita semua membutuhkan rasa diingini dan diterima orang lain. Ada yang memuaskan kebutuhan ini melalui berteman, berkeluarga atau berorganisasi. Konseptualisasi Maslow tentang cinta sebagai deficiency needs  merupakan ciri selfish seseorang yang mencari cinta dari orang lain, sebenarnya Maslow membedakan kebutuhan ini dengan B-love ( being Love ). Bagi Maslow B- Love memiliki tingkat yang lebih tinggi hal ini bisa terwujud jika seseorang telah terpuaskan kebutuhan dasarnya dan bergerak menuju aktualisasi diri.
d)   Kebutuhan Penghargaan ( esteem needs )
            Pemenuhan kebutuhan ini menjurus kepada kepercayaan terhadap diri sendiri dan perasaan diri. Maslow membagi kebutuhan ini dalam dua jenis yaitu penghargaan yang didasarkan atas respek terhadap kemampuan, kemandirian dan perwujudan kita sendiri. Kedua penghargaan yang didasarkan atas penilaian orang lain. Penghargaan yang terakhir ini dapat dilihat dengan baik dalam usaha mengapresiasikan diri dan mempertahankan status. Kebutuhan penghargaan ini umumnya diabaikan oleh Sigmund Freud, namun sangat ditonjolkan oleh Alfred Adler.
e)      Kebutuhan Aktualisasi diri (self-Actualization needs)
            Kebutuhan aktualisasi diri timbul pada seseorang jika kebutuhan-kebutuhan lainnya telah terpenuhi. Karena kebutuhan aktualisasi diri, sebagaimana kebutuhan lainnya, menjadi semakin penting, jenis kebutuhan tersebut menjadi aspek yang sangat penting dalam perilaku manusia.
            Maslow melukiskan kebutuhan aktualisasi ini sebagai hasrat untuk menjadi diri sepenuh kemampuannya seniri, menjadi apa saja menurud kemampuannya. Pada dasarnya kebutuhan aktualisasi diri berbeda pada setiap orang artinya aktualisasi diri antara orang yang satu berbeda dengan orang yang lain. Selain itu, aktualisasi diri tidak melibatkan bakat istimewa atau kegiatan-kegiatan yang artistik atau kreatif.
b.    Teori ERG (Eksistence, Relatedness, Growth)
           Apabila maslow mengemukakan lima kebutuhan manusia, Alderfer (1972) sebahgaimana dikutip Pace dan Paules (1998). Mengemukakan tiga kategori kebutuhan, ketika kebutuhan tersebut adalah eksistence (E) atau eksistensi, Relatedness (R) atau keterkaitan, dan Growth (G) atau pertumbuhan. Eksistensi meliputi kebutuhan fisiologis seperti masa lapar, rasa haus, dan seks, Juga kebutuhan materi seperti gaji, dan lingkungan kerja yang menyenangkan. Kebutuhan keterkaitan menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi seseorang seperti anggota keluarga dan sahabat. Kebutuhan pertumbuhan meliputi keinginan untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan.
           Ranah-ranah kebutuhan ini, mirip dengan ranah-ranah kebutuhan yang dikemukakan Maslow dan sebenarnnya meliputi seluruh rentang kebutuhan seperti yang disarankan Maslow.
c.    Teori Motifasi Dua Faktor
           Federick Hesberg (1966) menganalisis motifasi manusia dalam organisasi dan memperkenalkan teori motifasi dua faktor. Teori maslo tentang motifasi secara mutlak membedakan antara aktualisasi diri sebagai kebutuhan yang bercirikan pengembangan dan pertumbuhan individu, sedangkan kebutuhan lainnya mengejar sesuatu kekurangan. Perbedaan ini secara dramatis dipertajam oleh Hesberg yang teorinya motifasi kerjanya paling dikenal, digunakan, dan dibicarakan. Teorinya juga disebut teori motivasi dua faktor karena ia membicarakn dua golongan utama kebutuhan menutup kekurangan dan kebutuhan pengembangan (parreek 1996).
d.   Teori Desakan Kebutahan Murray
           Fasifikasai muraay dibandingkan dengan hirrarki kebutuhan Maslow, tidak mudah disajikan pada orang yang bukan ahli psikologi. Menurud Murray, kebutuhan-kebutuhan manusia berdiri sendiri-sendiri terpisah satu dan yang lain. Ini berarti, jika kita mengetahui kekuatan atau tingkat kepuasan satu kebutuhan, tidak berarti kita akan tahu pula mengenai kekuatan kebutuhan-kebutuhan lain.
e.    Teori Kebutuhan untuk berprestasi McClelland
Konsep ini disingkat dengan sebuah simbol yang kemudian menjadi sangat terkenal menurudnya David McClelland untuk membuat pekerjaan yang paling penting adalah sikap terhadap pekerjaan tersebut. Dia melakukan penelitian yang mendalam mengenai motif dalam hubungan dengan kebutuhan untuk berprestasi sejak akhir tahun 1940an. Hasil penelitiaanya menunjukkan bahwa bangunnya negara-negara beserta kenegaraannya berhubungan erat dengan perubahan pada kebutuhan untuk berprestasi.
f.     Teori Haran Vroom
           Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motifasi berdasarkan jenis-jenis pilihan yang dibuat oran untuk mencapai suatu tujuan, alih-alih berdasarkan kebutuhan internal. Teori harapan memiliki asumsi pokok yaitu:
1.      Setiap individu percaya bahwa ia berperilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu.
2.      Setiap hasil mempunyai nilai atau daya tarik bagi orang tertentu.
3.      Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut.[11]


















                                                PENUTUP

Kesimpulan :
1.      Pengertian Motivasi
       Motivasi berasal dari kata motif. Motif menurut M. Ngalim Purwanto ialah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu.
2.      faktor-faktor yang memotivasi seseorang dalam belajar
a.       Adanya kebutuhan
b.      Adanya pengetahuan tentang kemajuannya sendiri
c.       Adanya aspirasi atau cita-cita
3.      Teori-teori motivasi
a.       Hierarki kebutuhan Maslow
b.      Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth)
c.       Teori Motivasi Dua Faktor
d.      Teori desakan Kebutuhan Murray
e.       Teori Kebutuhan untuk Berprestasi McClelland
f.       Teori Harapan Vroom











DAFTAR PUSTAKA

Daradjat Zakiyah. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara. 1995.
Mudjiono Dimyati, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 2006.
Fathurrohman Muhammad dan Sulistyorini. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Teras. 2012
Daien Indrakusuma Amir, Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional. 1973. Bahri Djamarah Syaiful, Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta. 2002. 116.
Sobur Alex, Psikologi Umum Dalam Lintas Sejarah. Bandung : CV. Pustaka Setia. 2010.





[1] Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 140.
[2] Dimyati Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 80.
[3] Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2012), 143.
[4] Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), 163.
[5] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 116.
[6] Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran, 151-152.
[7] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, 125-134.
[8] Alex Sobur, Psikologi Umum Dalam Lintas Sejarah (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), 271.
[9]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, 121.
[10] Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran, 154.
[11]  Alex Sobur, Psikologi Umum Dalam Lintas Sejarah (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), 266-287.